Sabtu, 01 September 2007
aura kehidupan
Aura kehidupan. Ya, aura kehidupan. Ia membuat orang – orang disekelilingnya merasakan denyut nadi kehidupan, merasakan hamparan keindahan hidup, merasakan alasan tentang mengapa mereka hidup dan harus melanjutkan hidup, merasakan alasan untuk bertumbuh demi merakit pemaknaan tiada henti terhadap kehidupan. Ia, intinya membuat orang – orang di sekeliling merasa hidup. Sebab ia menebar benih kehidupan di ladang hati mereka.
Aura kehidupan.Ya, aura kehidupan. Sebab ia hidup. Dan hidup itu nyata pada setiap jengkal tubuhnya, pada setiap detak jantungnya, pada setiap hembusan nafasnya, pada setiap langkah kakinya, pada setiap uluran tangannya, pada setiap kedipan matanya, pada setiap kata dan suaranya. Gagasannya seluruhnya adalah tentang kehidupan yang lebih baik. Niatnya seluruhnya adalah penumbuhan yang membuat hidup lebih baik.
Aura kehidupan. Ya, aura kehidupan. Sebab ia memiliki dan menggabung tiga pesona utama para pencinta : pesona raga, pesona jiwa, pesona ruh. Ketiga pesona tersebut terbingkai rapih pada sebuah “akal besar“ yang menerangi kehidupannya dan kehidupan orang – orang disekitarnya.
Maka mendekat – dekatlah padanya, niscaya engkau kan merasakan betapa air kehidupan serasa mengalir pada setiap sudut jiwa dan ragamu. Maka tataplah matanya, niscaya engkau kan merasakan gairah kehidupan yang memberimu semangat baru untuk terus hidup, terus melanjutkan hidup. Maka dengarkanlah kata – katanya, maka engakau kan merasakan betapa engkau layak dan pantas mendapat kehidupan yang berkualitas, kehidupan yang lebih baik. Dan jika tuhan mengijinkan engkau merasakan sentuhannya, niscaya engkau kan merasakan betapa air kehidupan mendidih dalam tubuhnya. Dan jika Tuhan memperkenankanmu hidup berlama - lama dengannya, niscaya engkau kan merasakan betapa perlindungan dan penumbuhannya membuatmu terengkuh dalam rasa aman dan nyaman.
Engkau bahkan tidak pernah begitu yakin tentang pesona apa yang pertama kali menawanmu. Apakah kulit hitam yang tidak dapat menyembunyikan cahaya matanya? atau ketegasan sikap yang tidak dapat merahasiakan kebajikan hatinya? Atau kelembutan bawaan yang tidak sanggup menutup – nutupi keberaniannya? Atau diam panjang yang tidak mampu menghalangi ilmu dan wawasannya? Atau badan kurus yang dijelaskan oleh puasa dan pengendalian dirinya? Atau? Tidak! Semua tampak menyatu dalam dirinya: ruhnya yang halus, jiwanya yang lembut, terbungkus dalam raganya yang kokoh, terangkai dalam perilaku yang terbimbing akal besarnya. Tapi itu semua ada dalam dirinya. Dan ketika Ia keluar, ia hanya memancarkan satu hal: aura kehidupan. Dan itulah yang engakau rasakan dan yang mungkin sekali tidak engkau ketahui asal muasal dak akarnya dalam dirinya. Dia bukan nabi yang tak mungkin salah. Dia hanya sebuah tekad perbaikan berkesinambungan yang tak henti – henti. Dan itulah aura kehidupan: gairah yang tidak pernah selesai.
Minggu, 26 Agustus 2007
Mari Kita Belajar Mencintai
Jika cinta, pada semua jenisnya, adalah kesadaran, adalah perasaan, adalah tindakan, maka cinta pada akhirnya adalah kemampuan yang terintegrasi dalam seluruh aspek kehidupan kita. Kemampuan untuk mencintai adalah gambaran paling utuh dari seluruh kapasitas kepribadiannya. Hanya dengan orang-orang yang berkepribadian kuat dan kapasitas besar yang mampu mencintai. Orang-orang lemah, yang setiap saat bisa kita saksikan di sekitar kita, tidak akan pernah mencintai. Bahkan untuk mencintai diri mereka sekalipun. Takdir mereka adalah menantikan cinta dan kasih sayang orang-orang kuat.
Orang-orang kuat mencintai dengan segenap kesadarannya. Maka mereka terus menerus memproduksi kebajikan demi kebajikan. Sementara orang-orang lemah bahkan tidak memiliki kesadaran untuk mencintai. Maka mereka terus menerus mengkonsumsi kebajikan-kebajikan orang-orang kuat. Itu sebabnya orang-orang kuat dalam masyarakat selalu merupakan faktor kohesi yang merekatkan masyarakat. Mereka merekatkan masyarakat dengan cinta dan kebajikan mereka. Makna inilah yang ditebarkan Rasulullah Saw begitu beliau tiba di Madinah dan memulai kerja membangun megara baru itu: ” Wahai sekalian manusia, tebarkan salam, berikan makan, bangun malam saat orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan penuh damai.
Ini merupakan penjelasan bagi keterangan selanjutnya. Bahwa untuk bisa mencintai, bahwa untuk bisa menjadi pecinta sejati, kita harus mengembangkan kapasitas dan kepribadian kita. Cinta adalah pelajaran tentang bagaimana mengubah kepribadian kita untuk menjadi lebih baik secara berkesinambungan, pelajaran tentang bagaimana menjadi manusia produktif untuk bisa memberi, pelajaran tentang bagaimana menjadi orang kuat yang penyayang, pelajaran tentang bagaimana melimpahruahkan kebajikan abadi bagi penumbuhan kehidupan orang-orang disekitar kita yang kadang berujung pada tanpa sedikitpun rasa terima kasih, atau bahkan penolakan.
Ini bukan pelajaran tentang teknik atau keterampilan mencintai seperti ketika belajar tentang teknik berkomunikasi dengan orang lain, atau bagaimana merebut hati seseorang untuk suatu hubungan asmara. Bukan. Sama sekali bukan tentang itu. Ini adalah pelajaran tentang bagaimana membangun dasar-dasar kepribadian yang kokoh dan tangguh, yang memungkinkankita mencintai secara sadar, bertanggung jawab, dan bertindak produktif untuk membuktikan cinta itu dalam kenyataan. Dan dengan begitu cinta bukan saja berefek pada perbaikan berkesinambungan terhadap hubungan-hubungan kemanusian kita, tapi terutama juga perbaikan kehidupan kita seluruhnya secara berkesinambungan.
Dan ini mungkin terbuka. Semua kita bisa mempelajarinya. Alasannya sangat sederhana. Rasullullah Saw bersabda ” Ilmu diperoleh dengan belajar. Kesabaran diperoleh dengan belajar menjadi sabar. Kesantunan diperoleh dari belajar menjadi santun”. Ini menjelaskan bahwa disamping karakter bawaan yang melekat pada diri kita sebagai warisan genetic, semua karakter lain bisa kita peroleh dengan mempelajari dan mengimplementasikannya dalam kehidupan kita.
Begitu juga cinta. Semua kita bisa mencintai. Semua kita bisa menjadi pecinta sejati. Asal kita mau belajar. Asal kita mau belajar bagaimana mencintai.
Cinta Bersemi di Pelaminan
Ketiga : Transedensi Spiritual
Istrinya langsung mengangkat kepala.” Tidak, umar! Ini semua adalah pemberian ayahku, Abdul Malik Bin Marwah.” Umar terdiam, sejenak. Lalu menjawab, “Tapi yang untuk membeli itu semua berasal dari kas negara, Fatimah! Dialog itu terus berlangsung, mendatar dan meninggi, antara setuju dan tidak setuju.
Beberapa saat umar tertunduk. Terpekur. Tantangan itu ternyata ada di hadapannya kini. Dari orang terdekat dan paling ia cintai. Bisakah ia melanjutkan perjuangannya kalu hambatannya justru datang dari cinta? Tidak ! Tidak boleh! Ia harus terus melangkah maju di jalan terpal perbaikan pemerintahan. Tiba-tiba Umar bangkit dan berkata, Fatimah, aku sekarang sudah bertekad untuk tidak mundur. Dan kamu punya dua pilihan : kembalikan seluruh harta itu, atau jika tidak, hubungan kita berakhir di sini.”“Fatimah terhenyak. Kesadarannya seperti ditampar tangan kebenaran. Hanya sesaat kemudian fatimah mendengarkan panggilan nuraninya. Ia memilih untuk terus bersama Umar.
Pada suatu masa dalam hidup kita, fisik kita berhenti menuntut hak-haknya, akal kita berhenti meminta penjelasan – penjelasan. Karena ada kebutuhan baru yang muncul begitu kita makin menua: kebutuhan akan transendensi spiritual karena tuntutan “tanah” tak lagi punya gravitasi yang kuat dalam tubuh kita. Saat itu kesadaran akan fisik lenyap dan kehebatan akal menjadi terlalu sederhana untuk menjelaskan temuan-temuan ruh dalam kehidupan. Saat itu mata ruh kita mulai menembus tembok-tembok ruang dan waktu, melewati kesementaraan pada panggilan jiwa dan raga dan memasuki gerbang keabadian ruh yang telah terbebaskan. Karena itu godaan raga dan jiwa pada Umar lenyap ketika ia harus memilih jalan ruhnya: tapi justru disitulah pesona keabadiannya menampakkan diri dan seperti angin sepoi yang masuk lewat jendela bersama cahaya Matahari, kebenaran itu merengkuh seluruh dirinya. Ada keagungan tansedensi yang datang bersama kebenaran cinta. Itu mencerahkan. Itu menghidupkan.
Dalam transedensi itu tidak ada cantik atau jelek, tidak ada seksi atau tidak seksi. Yang ada hanya kebenaran dan keabadian. Itu yang memberinya aura keagungan. Setiap kali kamu melihat mereka yang memiliki pesona itu ingatanmu langsung kembali ke masa depan, melampaui semua yang kini dan di sini, masa di mana waktu tak lagi punya ujung. Maka pesona mereka membebaskanmu seperti buraq membawa Muhammad melewati atmosfir bumi dan menembus langit demi langit menuju singgasana Zat Yang Abadi .